Pengusaha tekstil di dalam negeri menyoroti pernyataan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani yang mengungkapkan penyebab gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil. Menurutnya, hal itu akibat persaingan bisnis tekstil yang kian ketat, sementara pasokan berlebih. Akibatnya, imbuh dia, memicu praktik dumping atau upaya menjual barang ke luar negeri dengan harga lebih murah dibandingkan harga di dalam negeri. Menanggapi hal itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, pernyataan tersebut hanyalah pengalihan isu. Meski, dia membenarkan, memang ada praktik dumping yang dilakukan oleh China karena kondisi di sana terjadi oversupply sangat besar. “Tapi aneh juga, sudah tahu ada dumping tapi perpanjangan safeguard tekstil yang sudah direkomendasi Menteri Perdagangan malah mandek di meja Bu Sri lebih dari satu tahun,” tukas Redma dalam keterangan resmi, Kamis (20/6/2024).
“Tapi kita tunggu apa yang akan dilakukan Bu Sri dalam menghadapi badai PHK di sektor ini. Karena dalam 2 tahun terakhir sudah 3 surat dilayangkan API dan APSyFI untuk bertemu Menkeu dan DirJen Bea Cukai, sama sekali tidak ada respons,” ungkap Redma. Redma pun mengungkapkan borok di balik serbuan impor yang semakin merajalela merangsek pasar domestik, hingga memicu badai PHK. “Kinerja buruk dari Direktorat Jendral Bea dan Cukai Kementerian Keuangan adalah salah satu penyebab utama badai PHK dan penutupan sejumlah perusahaan dalam 2 tahun terakhir,” cetusnya. “Hal ini dapat terlihat jelas dari data trade map. Di mana gap impor yang tidak tercatat dari China terus meningkat. Yaitu US$2,7 miliar di tahun 2021 menjadi US$2,9 miliar di tahun 2022. Dan diperkirakan mencapai US$4 miliar di tahun 2023,” ujar Redma.
Karena itu, Redma mendesak pemerintah serius menangani modus-modus impor borongan/ kubikasi. Salah satunya, lewat penentuan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan. Menurutnya, praktik itu adalah ulah mafia impor yang menyusup di berbagai level. Dia mencontohkan sikap pemerintah yang kemudian menyerah dan melakukan relaksasi impor dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Perdagangan No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. “Makanya segala upaya usulan perbaikan sistem ditolak mentah-mentah. Sistem pemeriksaan Bea Cukai kita ketinggalan jauh dibanding Thailand, Malaysia dan Singapura yang menerapkan sistim IT, AI Scanner,” ucap Redma.