Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) buka suara soal nasib industri tekstil dan pakaian jadi di dalam negeri yang kini sedang dihantam badai pemutusan hubungan kerja (PHK). API menegaskan pemberlakuan pertimbangan teknis (Pertek) untuk mendapatkan perizinan impor (PI) menjadi elemen penting untuk memastikan keberlangsungan usaha industri tekstil dan produk tekstil, khususnya pakaian jadi. Wakil Ketua Umum API David Leonardi mengatakan ketiadaan Pertek untuk pakaian jadi yang diterapkan lantaran pemberlakuan relaksasi impor dalam Permendag 8/2024 dapat memicu meningkatnya impor produk jadi ke pasar domestik. “Yang kami usulkan adalah merevisi Permendag 8/2024 dengan mengembalikan Pertek untuk produk pakaian jadi,” kata David kepada Bisnis, dikutip Selasa (18/6/2024).
David menegaskan bahwa diberlakukannya Pertek yang dikeluarkan Kementerian Perindustrian melalui Peraturan Menteri Perindustrian No. 5/2024 membantu keterlacakan produk impor sehingga industri mendapatkan jaminan daya saing produk lokal. Tak hanya itu, menurut dia Pertek juga memastikan produk impor yang masuk ke pasar domestik harus mematuhi syarat dan ketentuan seperti penggunaan label bahasa Indonesia hingga sertifikat merek bagi produsen luar negeri yang mengekspor produknya ke RI. “Dengan demikian, produk impor yang menyalahi peraturan seperti produk pakaian jadi tanpa label berbahasa Indonesia, tanpa merek, hingga pakaian bekas, akan berkurang dan meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia,” jelasnya.
Di sisi lain, API menegaskan sejak berlakunya Permendag 8/2024 yang memberikan kemudahan importasi untuk sejumlah komoditas memicu hilangnya kewajiban Pertek untuk pakaian jadi dalam importasi. David menuturkan bahwa kondisi tersebut sangat berdampak buruk bagi produsen pakaian jadi lokal. Pasalnya, impor produk pakaian jadi akan masuk ke pasar dalam negeri Indonesia dengan lebih mudah. “Impor pakaian jadi yang besar akan meruntuhkan ketahanan industri hilir TPT Indonesia dan memberikan domino effect pada industri intermediate hingga industri hulu TPT Indonesia,” imbuhnya. Terlebih, API mencatat total karyawan pabrik tekstil yang terkena PHK hingga Mei 2024 mencapai 10.800 pekerja. Angka tersebut melanjutkan PHK sepanjang 2023 yang tercatat mencapai 7.200 pekerja di sentra industri TPT yakni Bandung dan Solo. Pada kuartal I/2024 terjadi kenaikan jumlah PHK sebesar 3.600 tenaga kerja atau naik sebesar 66,67% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Terdapat 20-30 pabrik tekstil yang tutup lantaran utilitas produksi rata-rata di bawah 60%.