Kejadian kecelakaan tunggal yang terjadi pada Bus Pariwisata Trans Putera Fajar seharusnya menjadi sinyal penting membenahi perizinan Perusahaan Otobus (PO) yang diterbitkan Kementerian Perhubungan. Jika tidak ditertibkan, permasalahan ini akan menjadi fenomena gunung es. Pengamat transportasi dari Unika Soegijapranata, Semarang, Djoko Setijowarno mengatakan, kejadian kecelakaan yang terjadi dalam beberapa bulan terakhir menjadi pekerjaan rumah. Menurut dia, sejumlah hal yang harus dibenahi menertibkan PO Bus diantaranya, Direktorat Jenderal Perhubungan Darat harus mengumumkan secara periodik (updating), PO Bus yang laik digunakan untuk wisata. “Harus diumumkan secara periodik mana yang update perizinannya mulai dari uji KIR-nya, ijinnya dan kondisi busnya. Harus diupdet dan tersampaikan ke masyarakat,” ucap Djoko.
Djoko mengatakan, kejadian kecelakaan di Ciater, Subang yang meninggalkan dukan korban jiwa sebanyak 12 orang harus diusut tuntas. “Perkarakan pemilik perusahaan bus, biar menjadi pelajaran penting di masyarakat. Akan tetapi yang diperpakarakan jangan driver atau supirnya, tapi pemilik perusahaannya,” ungkapnya. Di sisi lain, Djoko menyebutkan, banyak faktor yang menyebabkan kondisi keselamatan tidak terjaga sesuai standar dan aturan. Misalnya, upah standar sopir truk dan bus diatur oleh Kemenaker. “Selain itu, naikkan tunjangan fungsional petugas uji KIR, tetapkan standar pengujian sehingga terkesan tidak asal-asalan. Kemudian kampanyekan dengan massif sepert web Spionam maupun aplikasi Mitra Darat, dimana masyarakat bisa melihat apakah PO Bus terdaftar resmi atau tidak,” ungkap nya.
Djoko menambahkan, regulator dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub melalui Badan Pengelola Transportasi Darat (BPTD) giat berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan di daerah dalam rangka melakukan Rampcheck setiap kali musim libur tiba. “Dan yang terakhir aktifkan petugas lapangan transportasi darat untuk melakukan razia perijinan PO Bus apakah mereka lagal atau ilegal,” pungkasnya.