Dewan Pertimbangan Presiden

DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

Pertemuan Panitia Rembuk Nasional dengan Anggota Dewan Pertimbangan Presiden, Bapak Sidarto Danusubroto, bersama Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Bapak Teten Masduki

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bapak Sidarto Danusubroto bersama Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Bapak Teten Masduki mengadakan pertemuan  dengan Panitia Rembuk Nasional 2016 di kantor Dewan Pertimbangan Presiden. Ketua Wantimpres, Ibu Sri Adiningsih, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Tujuan pertemuan ini adalah untuk mengetahui sampai sejauhmana pencapaian kinerja Presiden Joko Widodo selama dua tahun pemerintahannya serta persiapan pelaksanaan acara Rembuk Nasional 2016 yang rencananya akan akan dilaksanakan pada tanggal 24 Oktober 2016 di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta.

Menurut juru bicara Panitia Rembuk Nasional, Ibu Judith Dipodiputro, pola Pemerintahan Jokowi-JK selalu mengedepankan konsultasi dengan mekanisme urun rembuk dari berbagai pemangku kepentingan. Media massa yang mengabarkan kegiatan Istana, hampir setiap saat memberitakan pertemuan Presiden dengan berbagai komponen bangsa, dari berbagai sektor, dan berbagai lapisan masyarakat, untuk mendapatkan masukan dalam melaksanakan tugasnya sebagai Kepala Pemerintahan. Di sisi lain, pemerintahan Jokowi-JK juga mengalami tantangan yang dihadapi hampir semua negara, yaitu mengkomunikasikan kinerjanya kepada seluruh pemangku-kepentingan tanpa interferensi. Sebagai dampak dari pemanfaatan media-sosial yang belum teregulasi dengan baik, interferensi turut menyebarkan informasi yang berbeda atau bertentangan, sehingga kerap membingungkan dan menimbulkan keresahan publik. Blusukan adalah pola kerja ala Jokowi yang dilakukan fact-finding dan selama ini memang sangat efektif. Oleh karenanya, pola pemerintahan Jokowi sejak mulai menjabat sebagai Walikota Solo, sampai menjadi Gubernur DKI Jakarta, kemudian Kepala Negara, menjadikan proses urun-rembuk sebagai elemen krusial dalam pengambilan keputusan.

Rembuk nasional merupakan acara tahunan yang digagas bersama oleh gabungan komunitas relawan Jokowi–JK dan elemen pemangku kepentingan lain, dilaksanakan bertepatan pada saat Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Drs. H. M Jusuf Kalla dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI, tanggal 20 Oktober 2014. Tema utama yang menjadi pijakan di tahun pertama Pemerintahan Jokowi-JK pada Tahun 2015 lalu adalah “Membangun Pondasi”, sedangkan tema utama tahun kedua kali ini adalah “Percepatan”. Oleh karena itu, sub-tema dari acara Rembuk Nasional Tahun 2016 ini adalah “Bergegas Membangun Indonesia”. Rembuk Nasional akan dihadiri lebih kurang 1000 undangan dari seluruh Indonesia, terdiri dari 700 orang peserta diskusi di 7 ruang rembuk yang terdiri dari akademisi, analisis, praktisi, pe-ngusaha, profesional, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, anggota parlemen, dan media massa, serta 300 undangan lainnya yang akan hadir pada saat acara penutupan.

Selain itu, Rembuk Nasional akan membahas pula berbagai aspek pemerintahan yang menjadi fokus Presiden Jokowi dan terbagi menjadi enam kelompok Focus Group Discusion (FGD), diantaranya 1) bidang perekonomian diketuai oleh Hendry Saparini; 2) bidang politik, hukum, dan keamanan diketuai oleh Prof. Facry Ali; 3) bidang kemaritiman dan  sumber daya diketuai oleh Prof. Martani Husaini; 4) bidang pariwisata dan industri kreatif diketuai oleh Haryadi S. Gitosardjono: 5) bidang infrastruktur, konektivitas, dan lingkungan hidup diketuai oleh Firdaus Ali; 6) bidang rumahku, budayaku, dan masa depanku diketuai oleh Hilmar Farid.

Menurut Ibu Hendry Saparini dari bidang ekonomi, beliau mencoba merancang diskusi tanggal 20 Oktober 2016, pertama, membuat tag line “riil industrialisasi”, yang dibagi menjadi 9 butir ekonomi: 1) perubahan struktural industri nasional dari komoditi base menjadi industri berbasis sumber daya; 2) kebijakan dan strategi untuk menyeimbangkan perdagangan sektor industri melalui impor dan promosi ekspor; 3) perencanaan infrastruktur yang mendukung industrialisasi; 4) peningkatan tenaga kerja dan meminta masukan kepada seluruh peserta yang menjadi fokus Presiden; 5) fiskal reformasi struktural dalam penerimaan belanja dan meminta masukan mengenai percepatan belanja; 6) moneter, menjaga stabilitas sistem keuangan, bagaimana menjaga sektor keuangan selama 2 tahun dan meminta masukan untuk mendorong kedalaman sektor keuangan serta menjaga inflasi yang tidak berbasis pada impor dan ekspor; 7) sosial: peningkatan kesejahteraan dengan mengurangi politik, bagaimana mengurangi kemiskinan yang sudah terjadi, pengangguran yang sudah terjadi, meminta usulan percepatan penciptaan tenaga kerja; 8) ketahanan pangan: dalam rangka menjaga stabilitas harga pangan. Bagaimana konsep ketahanan pangan yang tidak berbasis impor; 9) revitalisasi BUMN, bagaimana peningkatan daya saing dan peran BUMN dalam mendukung re-industrialisasi.

Berbicara soal perkembangan substansial pemerintah Presiden Jokowi-JK dalam dua tahun ini menurut Prof. Fachry Ali adalah mencatat keseimbangan antara soft politic dengan hard politic. Yang dimaksud dengan hard politic adalah artikulasi kekuatan dari partai-partai politik. Dua tahun lalu kita tidak bisa membayangkan Kepala Negara dan Presiden yang tanpa partai politik bisa mengendalikan kekuatan hard politic tersebut. Dalam 1,5 tahun semua ini bisa stabil, sedangkan yang soft politic terwujud dalam bentuk reshuffle, dimana gagasan teknokratif mendapatkan space wewenang yang lebih kuat, seperti Sri Mulyani dapat diundang dan dengan mudah dapat memotong budget walaupun diterpa isu politik. Keseimbangan inilah yang sangat sulit dicapai di masa lalu dan selalu harus di negoisasi. Kepemimpinan Jokowi dapat dirasakan oleh partai politik lainnya. Presiden pertama yang tidak Java Centralis, dan Jokowi perlu mengembangkan pemikiran yang tidak etnosentris. Konteks intelektual harus juga dikembangkan oleh Bapak Jokowi yang mampu memunculkan perkembangan yang positif dari dua tahun Beliau memimpin. Amnesty Pajak juga menggambarkan hubungan negara dengan kekayaan rakyat terintegrasi dengan baik dan ini terjadi pertama kali di masa Presiden Jokowi.

 Sedangkan jika melihat pelanggaran HAM di Indonesia, Bapak Sidarto Danusubroto mengatakan belum ada progress, sebagai bangsa yang beradab, kita harus mengakui bahwa negara terlibat dalam crime against humanity. Kita bangsa yang mengaku berbudaya tapi tidak mempunyai keberanian membuka kebenaran, korban HAM masa lalu dikubur. Negara seharusnya tidak perlu merasa malu akan aibnya. Kita harus berani bicara kebenaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Presiden juga mengalami beban di dalam kabinet kementeriannya.

Menurut Bapak Teten Masduki, beliau sudah melapor ke Presiden mengenai dua tahun pemerintahannya dan Presiden sudah setuju. Minggu depan akan ada wawancara Presiden dengan media. Sudah ada 27 media yang mendaftar, ada yang one on one. Intinya wawancara akan selesai tanggal 20 Oktober. Dalam waktu yang bersamaan Kantor Staf Kepresidenan (KSP) akan mengundang pengamat agar mendapat informasi yang cukup. KSP juga akan menkonsolidasi kementerian dan lembaga, dan mereka sudah siap, tetapi datanya yang belum dikemas.

Lebih lanjut Ibu Sri Adiningsih menyampaikan bahwa kita harus cukup fair bahwa masih banyak kelemahan dalam dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, pertama, waktunya habis untuk konsolidasi politik; kedua, APBN masih buatan pemerintahan sebelumnya. Tiga tahun ke depan harus dijaga agar semua yang kita capai bisa menjadi aset untuk menggali berbagai masukan agar janji visi dan misi tercapai dan public trust meningkat sehingga masyarakat akan bahagia sekali. (HRD)

Search