Dewan Pertimbangan Presiden

DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN

Pembangunan Nasional Indonesia: Permasalahan dan Solusinya

Indonesia sedang mengalami berbagai dinamika permasalahan. Berdasarkan survei terbaru dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), disampaikan bahwa tingkat kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah meningkat. Angka ter-akhir adalah sebesar 66,5% puas dengan kinerja pemerintah. Sedangkan alasan publik yang pesimis terhadap masa depan Indonesia, sejumlah 30%, adalah me-ngenai kemiskinan dan kesenjangan ekonomi yang membesar. Alasan berikutnya adalah korupsi dan pemerintahan, serta pertumbuhan ekonomi yang melambat.

Persoalan-persoalan dalam membangun Indonesia ke depan akan semakin besar di berbagai aspek. Para pendiri bangsa yakin, dan bahkan menuangkannya dalam konstitusi bahwa pekerjaan membangun bangsa dalam berbagai kiprah adalah pekerjaan pendidikan. Oleh karena itu, peran perguruan tinggi menjadi sangat strategis untuk membangun bangsa ke depan. Perguruan tinggi selain menyiapkan alih generasi yang berkesinambungan, juga menyiapkan tenaga ahli yang profesional, dan berperan dalam membangun peradaban. Namun, tugas perguruan tinggi yang paling berat adalah membangun karakter bangsa.

Berkenaan dengan hal tersebut, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) mengadakan pertemuan dengan para rektor dan anggota Komisi Ekonomi dan Industri Nasional untuk membahas berbagai permasalahan yang terkait pembangunan nasional Indonesia serta solusinya. Pertemuan bertujuan untuk mendapatkan berbagai masukan tentang bagaimana pembangunan Indonesia yang tengah dijalankan, maupun perubahan yang sedang dilakukan, dapat berhasil. Komitmen terhadap perjalanan bangsa diperlukan. Sudut pandang para narasumber diharapkan dapat mempresentasikan pemikir masa depan untuk membangun/meneguhkan kembali kehidupan berbangsa dan bernegara. Perguruan tinggi merupakan tempat bertemunya masyarakat kritis dalam menyikapi berbagai kondisi. Dengan demikian, kontribusi aktifnya sangat diperlukan.

Pertemuan Wantimpres tersebut diadakan pada hari Selasa, 20 September 2016, bertempat di Ruang Rapat Besar Wantimpres, Jakarta. Para narasumber yang hadir adalah Prof.Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, D.E.A. (Rektor ITB), Prof. Dr. Mohammad Nasih, S.E., Mt., Ak., C.M.A. (Rektor UNAIR), Prof. Dr. med. Tri Hanggono Achmad (Rektor UNPAD), Prof. Dr. Yos Johan Utama, S.H., M.Hum. (Rektor UNDIP), Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, M.A. (Rektor UNHAS), Prof. Dr. Suratman, M.Sc. (Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, UGM), Prof. Arief Prajitno (Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan UNBRAW), Prof. Bustami Syam (Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan dan Sistem Informatika USU), Prof. Dr. Hermanto Siregar (Wakil Rektor Bidang Sumber Daya dan Kajian Strategis IPB), dan Ibu Hendri Saparini, Anggota Komisi Ekonomi dan Industri Nasional.

Prof. Kadarsyah Suryadi menyampaikan bahwa Indonesia adalah negara kaya, yang memiliki potensi masa depan cerah. Akan tetapi, agar dapat mewujudkannya harus didukung oleh generasi muda yang dapat memanfaatkan potensi tersebut. Terdapat tiga output besar dari perguruan tinggi, yaitu para profesional yang siap bekerja di lapangan kerja yang sudah ada, para peneliti yang siap mengembangkan ilmu agar tidak ketinggalan dengan negara lain, dan para pengusaha sebagai orang yang menciptakan lapangan kerja. Para pengusaha ini yang diharapkan dapat menciptakan loncatan produktivitas bangsa. Setiap perguruan tinggi juga memiliki kekuatan dan kekhasan masing-masing. Inti dari regionalisasi ini adalah jangan sampai terjadi duplikasi inovasi, sehingga akan ada cluster terstruktur. Perguruan tinggi pun berperan sebagai agent of change dan agents of economic development. Saat ini perguruan tinggi melakukan pendampingan terhadap potensi yang ada, maka tiap daerah dapat tumbuh bersama.

Prof. Dr. Mohammad Nasih, lebih lanjut, menyampaikan beberapa hal terkait permasalahan kemiskinan dan kesenjangan yang sudah lama dialami Indonesia. Kesenjangan dan disparitas merupakan penyebab berbagai persoalan yang timbul. Kesenjangan ini justru yang menyebabkan timbulnya anarkisme, aliran keras, dan sebagainya. Permasalahan yang ada terjadi bukan karena kemiskinan, tidak punya uang atau tidak bisa makan, tetapi disebabkan adanya kesenjangan yang jauh. Pada sisi lain, dana atau kapital menjadi pengendali manusia. Masyarakat bersedia menjadi apa saja atau bekerja apa saja dengan dikendalikan financial capital. Hal ini dapat merusak karakter Bangsa Indonesia. Selain itu, aspek keadilan harus menjadi hal utama dalam proses pembangunan ke depan. Dengan demikian, jika ada masyarakat di Indonesia yang masih miskin, akan sangat adil jika mereka diberikan perhatian yang lebih baik dan lebih banyak.

Berbagai hal lain yang disampaikan diantaranya adalah harus bersedia untuk saling berbagi tugas karena tidak semua orang bisa melakukan hal yang sama. Harus ada yang diberi tugas untuk membangun kewilayahan, sehingga diharapkan dapat tercipta kemandirian perguruan tinggi dalam menjalankan kegiatannya. Masalah kebangsaan Indonesia bukan hanya permasalahan fisik tetapi juga jiwa dan raganya sehingga strong government, sustanaibility, dan konsistensi sangat diperlukan. Perguruan tinggi juga perlu menyusun strategi bersama dalam mencari solusi permasalahan yang sangat kompleks.  (DKP)

Search