YLBHI: Ada Upaya Monopoli Hukum oleh Polri di KUHAP Baru

Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan merupakan agenda monopoli hukum oleh Kepolisian RI. Musababnya, dalam aturan hukum acara itu disebutkan bahwa Polri adalah penyidik utama dalam setiap tindak pidana.

Isnur mengatakan KUHAP baru ini bakal menimbulkan kekacauan penegakan hukum. Sebab, dalam Pasal 93 disebutkan bahwa penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) dan penyidik tertentu tidak lagi bisa melakukan penangkapan, kecuali atas perintah penyidik Polri. Padahal, dalam undang-undang tertentu, PPNS bisa menyidik, menangkap, dan menahan seseorang. Isnur menjelaskan, penyidik Badan Narkotika Nasional dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 75 huruf g disebutkan bisa menangkap dan menahan seseorang, selanjutnya penyidik Bea dan Cukai dalam UU Nomor 39 Tahun 2007 juncto UU Nomor 11 Tahun 1995 Pasal 63 ayat (2) juga dinyatakan bisa menangkap dan menahan seseorang.

Kemudian penyidik kehutanan dalam UU Nomor 41 Tahun 1999 Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 51 ayat (2) serta UU Nomor 18 Tahun 2013 juga menyatakan polisi kehutanan memiliki kewenangan menangkap dan menahan pelaku pembalakan liar. “Terdapat potensi yang sangat berbahaya dalam penanganan pidana terkait dengan bea-cukai, narkotik, kehutanan, dan lain-lain karena mereka kehilangan kewenangannya. Itu berbahaya bagi penyidikan,” kata Isnur. Isnur mengatakan kekacauan itu bisa terjadi karena dalam KUHAP baru Pasal 363 disebutkan bahwa semua aturan mengenai PPNS dan penyidik tertentu tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan. “Nah, situasinya bertentangan. Pertanyaannya, kalau Pasal 93 lanjut Pasal 99, PPNS tidak dapat melakukan penahanan kecuali perintah penyidik Polri, mau pakai yang mana? Mau pakai KUHAP atau undang-undang tertentu?” tutur Isnur.

Search