Dua orang advokat, Syamsul Jahidin dan Ernawati menggugat Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri) ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (2/6). Permohonan Perkara Nomor 84/PUU-XXIII/2025 menguji konstitusionalitas Pasal 18 ayat (1) UU Polri beserta penjelasannya. Pasal Pasal 18 ayat (1) UU Polri menyatakan: “Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.”
Sedangkan penjelasannya berbunyi, “Yang dimaksud dengan ‘bertindak menurut penilaiannya sendiri’ adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Polri yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta risiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum.” Pemohon I, Syamsul Jahidin, menjelaskan bahwa frasa ‘bertindak menurut penilaiannya sendiri’ dalam pasal tersebut membuka ruang penyalahgunaan wewenang oleh oknum kepolisian dengan dalih bertindak demi kepentingan umum, padahal dapat disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau kepentingan politik tertentu.
Lebih lanjut, Pemohon menilai tidak adanya kejelasan definisi ‘kepentingan umum’ dalam pasal tersebut membuka celah bagi penafsiran subjektif. Pemohon juga menyoroti lemahnya mekanisme kontrol atas pelaksanaan pasal tersebut, meskipun ada pengawasan internal seperti Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) maupun pengawasan eksternal oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas).