Trump Hanya ‘Gertak Sambal’, JK Yakin Efek Tarif AS Minim Buat RI

Jusuf Kalla (JK), mantan Wakil Presiden Indonesia, menilai bahwa kebijakan tarif impor tinggi yang dikenakan oleh Presiden AS Donald Trump terhadap mitra dagang, termasuk Indonesia, hanya merupakan gertakan semata. Menurut JK, tarif yang diberlakukan Trump tidak didasarkan pada perhitungan ekonomi yang rasional, melainkan lebih bersifat politis. Kenaikan harga yang ditimbulkan oleh tarif tinggi tersebut, kata JK, akan merugikan masyarakat AS, karena harga barang-barang di dalam negeri mereka akan naik, yang pada akhirnya menyebabkan protes dan demonstrasi besar-besaran. JK menekankan bahwa kebijakan tarif seharusnya didasarkan pada komoditas yang diimpor, bukan berdasarkan negara pengirim, yang merupakan praktik yang lebih logis secara ekonomi. Selain itu, JK memprediksi Trump tidak akan bertahan lama dengan kebijakan tersebut, mengingat penundaan pemberlakuan tarif yang telah dilakukan beberapa kali.

JK juga menyebutkan bahwa langkah pemerintah Indonesia mengirimkan delegasi menteri ke AS bukan untuk bernegosiasi mengenai tarif yang dikenakan Trump, tetapi untuk mengklarifikasi angka tarif yang dianggap salah oleh AS. Pemerintah AS menyebutkan bahwa Indonesia mengenakan tarif impor sebesar 64%, padahal angka tersebut tidak benar. Dengan porsi ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 10% dari total ekspor nasional, JK mengklaim bahwa dampak pengenaan tarif 32% terhadap Indonesia sangat kecil, hanya sekitar 0,2% dari PDB. JK menegaskan bahwa efek ekonomi yang ditimbulkan dari tarif tersebut tidak akan besar, dan masyarakat Indonesia tidak perlu khawatir karena dampaknya akan minimal. Menurutnya, kebijakan tarif Trump lebih merupakan tekanan politik untuk memaksakan negara-negara mengikuti kemauan AS.

Mengenai dampak pengumuman tarif terhadap pasar modal, JK menjelaskan bahwa reaksi yang terjadi lebih dirasakan di pasar modal AS, bukan di Indonesia. Penurunan harga saham terutama terjadi pada perusahaan-perusahaan yang produk utamanya diproduksi di luar AS, seperti Apple yang bergantung pada manufaktur di China. Para investor, yang khawatir akan kenaikan harga barang, langsung menjual saham mereka, menyebabkan penurunan harga. JK menyebutkan bahwa pasar modal sering kali bertindak seperti perjudian, di mana investor lebih memilih menjual saham mereka daripada menunggu potensi kerugian. Namun, menurutnya, dampak nyata dari tarif tinggi tersebut belum terlihat di pasar AS dan kemungkinan besar tidak akan berlangsung lama.

Search