Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengakui bahwa harus ada perbaikan regulasi untuk melindungi industri tekstil dalam negeri dari gempuran produk-produk impor. Sebab, menurut Teten, dari hasil tinjauannya di Kabupaten Bandung, Ahad (24/9/2023), ia mendapatkan informasi dari para pelaku usaha bahwa regulasi yang ada kini, masih belum bisa membendung serbuan barang impor hingga memukul telak industri dalam negeri baik tingkat pengecer sampai produsen, termasuk pada sektor tekstil. Teten menjelaskan, para pelaku usaha, menilai Safeguard (tindak pengamanan) kurang efektif katanya, di mana safeguard untuk pakaian Rp 25 ribu untuk satu potong, tapi dijual secara online bisa di bawah Rp 25 ribu. “Itu artinya regulasinya tidak jalan. Nah kita tidak tahu apakah ini ada indikasi masuknya tidak resmi atau tidak dilaporkan ini soal kepabeanan,” kata Teten.
Efek membanjirnya barang impor yang juga menerapkan predatory pricing atau jual rugi melalui daring atau online, mengakibatkan berbagai pusat penjualan besar seperti ITC Kebon Kalapa, Pasar Andir, hingga Pasar Tanah Abang sepi, bahkan produsen sendiri tidak bisa bersaing dalam platform daring. “Jadi betul juga apa yang disampaikan para pelaku usaha di sini, bahwa kita tuh barang dari luar masih terlalu mudah dan murah masuknya, sehingga memukul produksi dalam negeri. Makannya saya akan coba sampaikan ini,” ucapnya.
Mudah masuknya barang-barang impor itu, menurut Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemi Kartiwa dikarenakan adanya pelambatan ekonomi global hingga barang-barang dari produsen besar dunia seperti China tidak terserap ke berbagai negara seperti Amerika, akhirnya mereka mencari pasar baru yang memiliki pembatasan perdagangan (trade barrier) yang lemah. “Jangan sampai Indonesia hanya dijadikan market, karena memang Indonesia kan populasinya nomor empat di dunia, dan GDP kita masih cukup terkontrol dan inflasi Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan negara lain, makanya kita ini dibidik oleh mereka menjadi pangsa pasarnya,” ucap dia.