Sebuah penelitian yang dirilis dalam jurnal Nature Medicine pada hari Senin (11/04) mengungkapkan bahwa jamur psilocybin atau “magic mushroom” tampaknya membuat otak lebih saling berhubungan. Penelitian memberikan petunjuk mengapa psilocybin, senyawa bakal obat psikedelik, telah menunjukkan efek antidepresan di masa lalu.
Psilocybin adalah zat alami yang terdapat di lebih dari 200 spesies jamur, sebagian besar dari genus Psilocybe. Zat ini dapat menyebabkan perubahan persepsi, halusinasi, dan euforia dengan efek yang berlangsung hingga enam jam. Bentuk magic mushroom memang tampak serupa seperti jamur kebanyakan, tetapi sejatinya masih dapat dibedakan. Jika jamur dikonsumsi dalam jumlah sedang akan menyebabkan keracunan bagi yang mengonsumsinya. Mengonsumsi magic mushroom juga dapat menyebabkan serangan panik. Namun, tampaknya magic mushroom tidak menyebabkan kecanduan. Ada bukti yang berkembang untuk efek antidepresan positif dari terapi psilocybin. Biasanya antidepresan umum bekerja secara perlahan, tetapi zat psilocybin bekerja lebih cepat dan lebih tahan lama setelah hanya mengonsumsi beberapa dosis.
Penelitian ini dilakukan oleh kelompok yang dipimpin oleh psikolog dan ahli saraf asal Inggris, Robin Carhart-Harris. Penelitian menganalisis pencitraan resonansi magnetik fungsional (fMRI) pasien yang mengalami depresi dari dua uji klinis independen sebelumnya menggunakan terapi psilocybin. Sederhananya, fMRI adalah pemindaian otak di mana daerah aktif otak dapat divisualisasikan di layar komputer.