Sistem peringatan dini akan semakin kuat apabila ilmu pengetahuan dikolaborasikan dengan teknologi mutakhir berbasis big data dan kecerdasan buatan tanpa mengabaikan kearifan lokal. Dengan demikian, ancaman bencana dapat diminimalisir dan diantisipasi semaksimal mungkin. Demikian Plt Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati. Ia menyampaikan itu saat menjadi pembicara dalam 4th International Forum on Big Data for Sustainable Development Goals (FBAS 2024) di Tiongkok, Minggu (8/9/2024).
Kearifan lokal adalah berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal. Kearifan lokal lazimnya sdah berlangsung lama, terutama dilakukan masyarakat lokal dalam menghadapi bencana. FBAS 2024 merupakan ajang dialog dan pertukaran informasi tentang teknologi big data dan kecerdasan buatan terkini.Juga solusi komprehensif, demonstrasi aplikasi, dan strategi untuk pembangunan berkelanjutan regional.
Dwikorita menerangkan, big data merupakan kumpulan data yang sangat besar, baik terstruktur maupun tidak struktur. Big data dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Sementara kecerdasan buatan, dimanfaatkan untuk manajemen penanganan bencana di Indonesia. Dengan pemanfaatan keduanya, maka kini para ahli dapat memprediksi, mempersiapkan, dan merespons bencana alam dengan lebih baik. Namun, kata Dwikorita, dengan mengkombinasikan dengan kearifan lokal. Maka kerugian akibat bencana alam dapat semakin diminimalisir. Indonesia, kata dia, merupakan salah satu negara paling rawan bencana di dunia. Maka dari itu, menurut Dwikorita, integrasi antara big data, kecerdasan buatan, dan kearifan lokal merupakan upaya terbaik yang dapat dilakukan Indonesia untuk mewujudkan zero victim.