Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Ateng Hartono menyebut, sekitar 7,51 persen penduduk miskin ekstrem berstatus pengangguran. Sekitar 52 persen bekerja, namun tidak dapat mendorong pendapatan ekonomi rumah tangga. Sementara sisanya merupakan bukan angkatan kerja atau pelajar yang harus didorong dari sisi pendidikan. Ateng juga mengatakan sebagian keluarga miskin ekstrem hampir setengahnya bekerja di lahan pertanian.
Selanjutnya, ia memaparkan kelompok miskin ekstrem merupakan masyarakat yang bekerja pada bidang konstruksi sebesar 9,04 persen. Termasuk industri tambang dan pengolahan yang hanya 13 persen. Dari tingkat pendidikan, mayoritas penduduk miskin ekstrem terbanyak merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD) sekitar 41,8 persen. Disusul, lulusan yang tidak tamat SD 30 persen, lulusan SMP 16,1 persen.
Lulusan pendidikan terakhir SMA ke atas sekitar 11,9 persen. Dengan demikan, rata-rata lama sekolah kepala rumah tangga dari keluarga miskin ekstrem adalah 5,66 tahun.