Saatnya Menakar Potensi Problem di ”Metaverse”

Risiko dan potensi tindak pidana di metaverse pada dasarnya sama saja dengan isu-isu yang selama ini mengemuka di internet. Hanya saja, persoalan-persoalan itu jauh lebih besar di metaverse dibandingkan dengan yang terjadi di internet saat ini.

Contoh tindak pidana yang mungkin terjadi di metaverse di antaranya pencucian uang, mengingat metaverse kemungkinan akan didanai dengan non-fungible tokens (NFT). Pencucian uang lebih gampang dilakukan. Begitu pula dengan pencurian data pribadi, kekerasan, pornografi, perundungan daring, dan lainnya.

Ketua Departemen Hukum Teknologi Informasi, Komunikasi, dan Kekayaan Intelektual Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Sinta Dewi Rosadi menyebut ada empat aspek hukum yang perlu diperhatikan dalam metaverse. Pertama, masalah perlindungan data. Saat memasuki dunia virtual, face recognition menjadi salah satu hal lumrah. Kedua, aturan mengenai bagaimana para pengguna berinteraksi. Ketiga, masalah hak atas kekayaan intelektual, hak paten, hak cipta, dan sejenisnya. Keempat, masalah keamanan. Meski di dalam hal ini ada dukungan dari teknologi blockchain yang aman, menurut Sinta, di dunia digital tidak ada satu sistem keamanan yang benar-benar aman.

Salah satu problem yang masih belum terpecahkan karena belum ada kesepakatan ialah yurisdiksi. Belum ada kesepakatan di antara negara-negara mengenai yurisdiksi yang digunakan. Sebab, di dunia siber, yurisdiksi teritorial tidak dapat diterapkan. Ini disebabkan adanya perbedaan delik hukum di antara negara-negara.

Search