Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset dinilai perlu diharmonisasi dengan UU Korupsi, Narkotika dan Terorisme, bila resmi disahkan menjadi undang-undang. Hal itu bertujuan agar ikhtiar memberantas kejahatan keuangan dan ekonomi tidak tumpang tindih. “Harus diakselerasi supaya UU Perampasan Aset bisa terharmonisasi dengan UU lainnya,” kata eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad dalam diskusi virtual, Rabu, 10 Mei 2023.
Abraham mengatakan langkah itu penting supaya tidak menimbulkan kontroversi. Sebab, sebuah UU tidak bisa berdiri sendiri. Abraham berkaca dari pengalaman penegakan hukum di Indonesia. Aparat penegak hukum kerap bingung saat hendak mengambil tindakan. “Putusan jadi susah dieksekusi karena tidak terjadi harmonisasi,” ujar dia. Sementara itu, Abraham menekankan pentingnya partisipasi publik dalam pembahasan RUU Perampasan Aset. Partisipasi itu guna membuat pemahaman yang sama antara pemerintah, DPR, dan masyarakat.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani surat perintah presiden mengenai Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset terkait dengan tindak pidana. Surat bernomor R-22/Pres/05/2023 itu telah dikirim ke DPR pada Kamis (4/5). Selanjutnya, Presiden Jokowi menugaskan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum dan HAM) Yasonna Laoly, Jaksa Agung ST Burhanuddin, serta Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk membahas RUU tersebut. Menko Polhukam Mahfud MD menargetkan RUU Perampasan Aset terkait dengan tindak pidana disahkan pada Juni 2023. Hal itu menyusul rencana Indonesia menjadi anggota The Financial Action Task Force (FATF) yang sidang plenonya pada Juni 2023. Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR Indra Iskandar mengonfirmasi pihaknya sudah menerima surat perintah presiden RUU Perampasan Aset. “Surat tersebut baru akan dibahas setelah pembukaan masa sidang baru pada Selasa, 16 Mei 2023,” kata Indra.