Nilai tukar rupiah mengalami pelemahan signifikan di pasar non-deliverable forward (NDF), mencapai level historis sekitar Rp17.261 per dolar AS. Kondisi ini jauh lebih lemah dibandingkan penutupan perdagangan reguler sebelumnya, yang menunjukkan adanya potensi depresiasi yang cukup tajam. Pasar NDF, meskipun tidak tersedia di pasar domestik, seringkali mempengaruhi pembentukan harga di pasar spot, sehingga sinyal pelemahan ini menjadi indikator penting bagi kestabilan nilai tukar rupiah.
Ketegangan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan tarif Presiden AS turut memberikan tekanan eksternal yang besar pada rupiah. Indonesia kini berada di posisi rentan akibat penerapan tarif resiprokal hingga 32% sebagai respons terhadap defisit perdagangan Amerika Serikat terhadap Tanah Air. Kebijakan ini diperkirakan akan membuat harga barang impor Indonesia di pasar AS menjadi kurang kompetitif, sehingga menggeser preferensi konsumen AS ke produk domestik dan mengakibatkan penurunan suplai dolar, yang pada gilirannya memperburuk tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Sebagai respons terhadap dinamika ini, pemerintah Indonesia memilih untuk menempuh jalur negosiasi dan diplomasi guna meredam dampak tarif yang dikenakan oleh AS. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan kesiapan untuk membahas dan mencapai kesepakatan bilateral demi menjaga hubungan perdagangan jangka panjang serta iklim investasi yang kondusif. Sementara itu, Bank Indonesia menegaskan komitmennya dalam menjaga kestabilan nilai tukar melalui optimalisasi strategi intervensi ganda di pasar valuta asing dan pasar sekunder, yang menjadi upaya preventif dalam menghadapi volatilitas dan fluktuasi global.