Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia dan ASEAN Business Advisory Council (ASEAN-BAC) Arsjad Rasjid mendesak Amerika Serikat (AS) lebih adil dalam pemberian subsidi hijau bagi mineral untuk kendaraan listrik. Ia turut menyampaikan keprihatinan atas pengucilan terhadap mineral kritis Indonesia dari paket subsidi AS ke teknologi hijau.
Pemerintah AS akan menerbitkan pedoman kredit pajak bagi produsen baterai dan Electric Vehicle (EV) di bawah Undang-Undang Pengurangan Inflasi dalam beberapa minggu ke depan. Undang-undang ini mencakup 370 miliar dolar AS dalam subsidi untuk teknologi energi bersih. Hanya saja, baterai yang mengandung komponen sumber Indonesia dikhawatirkan tetap tidak memenuhi syarat untuk kredit pajak Inflation Reduction Rate (IRA) secara penuh. Alasannya karena Indonesia belum memiliki perjanjian perdagangan bebas dengan AS dan dominasi perusahaan China dalam industri nikel.
Arsjad menegaskan Indonesia dapat memainkan peran penting dalam memenuhi kebutuhan AS terhadap kendaraan listrik dan baterai. Pasalnya, Indonesia memiliki sepertiga dari dari total cadangan nikel dunia yang menempatkan Indonesia pada posisi pertama. Arsjad juga menekankan pentingnya melihat Indonesia dan ASEAN sebagai alternatif untuk China. Ia berharap AS akan memberikan status yang setara kepada anggota Kerangka Ekonomi Indo-Pasifik (IPEF) dengan negara-negara yang memiliki perjanjian perdagangan bebas penuh dengan Amerika Serikat.