Revisi UU TNI Dinilai Dapat Menghidupkan Dwifungsi Secara Halus

Setara Institute menyatakan rencana penyusunan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI harus dipersoalkan. Sebab, perubahan beleid itu secara perlahan dapat menghidupkan praktik dwifungsi ABRI (TNI). Direktur Eksekutif SETARA Institute, Halili Hasan menjelaskan jika revisi UU TNI membuka keran untuk memperpanjang masa aktif jabatan TNI pada instansi layaknya Aparatur Sipil Negara (ASN), maka sama saja dengan menghidupkan praktik dwi fungsi TNI meskipun tak ada pencantuman nomenklatur secara tersurat.

Halili mengatakan bahwa revisi UU TNI justru berpotensi melegitimasi perluasan peran militer di ranah sipil untuk terus berlanjut. Ia lebih lanjut menyoroti pasal pasal 53 UU TNI yang mengatur usia pensiun anggota TNI, di mana DPR menambah usia masa dinas yang semula 60 tahun menjadi 65. Selain itu dengan diangkatnya Perwira Tinggi TNI AD, Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Utama Bulog, dimana posisi tersebut bukanlah salah satu dari jabatan yang bisa diisi oleh prajurit aktif. Jika hal ini dibiarkan lalu diperkuat dengan perpanjangan masa jabatan, Halili menegaskan hal ini akan mengembalikan Dwifungsi TNI seperti Masa Orde Baru.

Menurut Halili, partai politik dan para politisi seharusnya bisa berperan sebagai representasi politik publik dan mempertegas bahwa sektor-sektor sipil tidak perlu diisi oleh militer. Selain itu, edukasi masyarakat untuk mendukung de-militerisme perlu digencarkan. Sebelumnya, DPR membantah hidupkan dwi fungsi Abri melalui revisi UU No.34 tentang TNI. DPR juga mengatakan bahwa revisi UU tersebut bukan untuk menghidupkan dwifungsi TNI melainkan merevisi masa pensiun prajurit TNI sebab, hanya beberapa kementerian dan lembaga yang membolehkan prajurit TNI menjabat.

Search