Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah belum juga menetapkan jadwal untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Ratifikasi Konvensi Internasional Anti-Penghilangan secara Paksa, meskipun surat dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengenai RUU tersebut telah diserahkan ke Senayan pada Mei 2022. Surat presiden tersebut ditandatangani oleh Jokowi pada akhir April.
Rivanlee menjelaskan bahwa agenda ratifikasi Konvensi Internasional Anti-Penghilangan secara Paksa ini sebenarnya merupakan rekomendasi Panitia Khusus atau Pansus DPR kepada pemerintah pada 2009. Namun, pemerintah membutuhkan waktu yang lama untuk menyelesaikan penyusunan draf sebelum akhirnya menyerahkannya ke Senayan. Komisi I DPR kemudian membahasnya pada 2013, tetapi pembahasannya ditunda dengan alasan untuk memperdalam lebih lanjut. Sejak 2013 hingga saat ini, Komisi Pertahanan DPR tidak lagi membahasnya.
Menurutnya, RUU Ratifikasi Konvensi Internasional Anti-Penghilangan secara Paksa termasuk dalam kategori RUU kumulatif terbuka sehingga tidak perlu menunggu dimasukkan ke dalam program legislasi nasional. “Sebenarnya tidak ada hambatan apa pun bagi konvensi ini untuk dapat disahkan dengan segera,” katanya. Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak kekerasan atau KontraS bersama dengan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Penghilangan Paksa menuntut DPR segera mengesahkan Rancangan undang-Undang (RUU) Konvensi Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa.