Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti mengatakan bahwa proses pemakzulan atau pemberhentian Bupati Pati Sudewo akan memakan waktu yang lama. Bahkan, ia mengaku tidak dapat memastikan waktu perihal pemakzulan, karena kepala daerah merupakan posisi politik.
Pemakzulan kepala daerah ia sebut sifatnya politis, karena prosesnya harus dimulai dari usulan DPRD tersebut. Setelah DPRD bersepakat dalam rapat paripurna, mereka dapat mengirimkan usulan pemakzulan kepala daerah ke Mahkamah Agung (MA). MA akan menjadi pihak yang memeriksa dan mengadili usulan DPRD tersebut. Jika kepala daerah terbukti melanggar sumpahnya dan telah diputus MA, DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepada Menteri. Melihat prosesnya yang sangat panjang, Bivitri menilai bahwa partai politik dapat mengambil peran dalam memangkas proses yang lama tersebut.
Pasalnya, polemik yang terjadi di Pati akibat kebijakan Bupati Sudewo telah menjadi isu besar yang membuat pemerintah pusat harus bersikap. Diketahui, tuntutan Bupati Pati Sudewo untuk mundur muncul setelah adanya kebijakan penyesuaian Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang mengakibatkan kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen. DPRD Kabupaten Pati pun telah menyepakati hak angket dan membentuk panitia khusus (pansus) untuk pemakzulan Sudewo dari posisi Bupati Pati.