Prof Eddy: Sistem Pemasyarakatan Indonesia Tertinggal 30 Tahun

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) RI Prof Edward Omar Sharif Hiariej mengatakan sistem pemasyarakatan di Indonesia sangat tertinggal. Bahkan menurutnya ketertinggalannya mencapai 30 tahun jika dibandingkan sejumlah negara barat. Ia mengatakan di negara-negara tersebut, bisa dikatakan penjara atau lembaga pemasyarakatan (lapas) sudah kosong. Berbanding terbalik dengan keadaan di Tanah Air di mana kondisi lapas saat ini penuh sesak akibat kelebihan jumlah penghuni.

Prof Eddy, demikian ia biasa disapa, mengatakan di negara-negara yang sistem pemasyarakatannya sudah maju, jarang sekali seorang terpidana mendekam dalam penjara. Sebab, negara tersebut menerapkan sistem semi detention. Ia menjelaskan salah satu ciri negara yang menerapkan sistem semi detention ialah seorang narapidana hanya menghuni lapas dari pukul 18.00 hingga 06.00 keesokan harinya. “Dari jam enam pagi sampai jam enam sore ia melakukan kegiatan seperti biasa misalnya bekerja di kantor atau berdagang,” jelas dia.

Selain itu, ada juga negara yang menerapkan sistem weekend detention, di mana pemenjaraan mulai dilakukan pada Jumat malam atau Sabtu dini hari pukul 00.00 dan keluar pada Senin dini hari pukul 00.00. “Sistem seperti itu tidak ada di Indonesia,” kata dia. Bahkan, lebih maju lagi, Belanda telah menerapkan pidana kerja sosial kepada seorang terpidana sejak 1982 atau sudah 40 tahun lamanya diterapkan.

Search