Prabowo Diminta Kaji Ulang Penghapusan Sistem Kelas BPJS Kesehatan

Buruh yang tergabung dalam Forum Jaminan Sosial (Jamsos) menolak kebijakan Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) sebagai pengganti sistem kelas BPJS Kesehatan. Kebijakan ini tercantum dalam Perpres Nomor 59 Tahun 2024 yang dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan sosial. Ketua Koordinator Forum Jamsos, Jusuf Rizal, meminta Presiden Prabowo Subianto mengkaji ulang berbagai kebijakan jaminan sosial, termasuk KRIS. Ia menilai kebijakan tersebut akan menambah beban pembiayaan BPJS Kesehatan dan mengurangi efektivitas anggaran layanan yang telah ada. Forum Jamsos juga menuntut agar anggaran digunakan untuk meningkatkan layanan eksisting, bukan menyamaratakan kelas layanan.

Ketua Institute Hubungan Industrial Indonesia, Saepul Tavip, menyebut sistem KRIS akan merugikan buruh, terutama yang selama ini mendapat manfaat dari kelas 1 dan 2. Ia menyoroti potensi penurunan kualitas layanan dan defisit pembiayaan akibat diberlakukannya iuran tunggal untuk peserta mandiri. Jika pemerintah ingin menyamaratakan layanan, menurutnya yang tepat adalah meningkatkan kualitas layanan kelas bawah, bukan menurunkan standar yang sudah baik. Buruh menyatakan siap turun ke jalan bila kebijakan KRIS tetap diberlakukan. Mereka menganggap pendekatan konfrontatif sebagai langkah terakhir untuk menyuarakan penolakan.

Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Nunung Nuryartono, menyatakan kesiapan menampung masukan dari semua pemangku kepentingan termasuk buruh. DJSN berkomitmen untuk menjadikan masukan tersebut sebagai dasar perbaikan mutu layanan dan sistem perlindungan sosial di Indonesia. Ia menegaskan bahwa mandat undang-undang memberi ruang bagi DJSN untuk menyerap aspirasi berbagai pihak. Sesuai regulasi yang ada, penerapan sistem KRIS wajib dilakukan paling lambat 30 Juni 2025. Rumah sakit akan menyesuaikan layanan rawat inap dengan kemampuan masing-masing berdasarkan aturan KRIS.

Search