Koalisi Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Nusa Tenggara Barat meminta Kementerian Agama Lombok Barat serius menanggapi kasus dugaan kekerasan yang beberapa kali muncul di pondok pesantren, salah satunya Ponpes Al-Aziziyah. “Kami melihat komentar Kepala Kemenag Lombok Barat, Senin (1/7), itu seperti mengulangi kesalahan, seharusnya kemenag bisa menunjukkan sikap yang serius dalam menyelesaikan persoalan kekerasan di ponpes,” kata Yan Mangandar Putra, anggota Koalisi PPA NTB di Mataram, Selasa.
Menurut dia, Kemenag Lombok Barat terlalu dini mengeluarkan pernyataan yang mengusulkan syarat sehat untuk santri baru. Apabila masuk ponpes dalam keadaan sehat, menurut kemenag, persoalan kesehatan tidak lagi menjadi kendala dalam menunjang proses belajar mengajar di ponpes. Seharusnya, kata dia, sebelum mengambil kesimpulan seperti itu, kemenag mendengarkan lebih dahulu pendapat santri yang pernah menjadi korban kekerasan atau pihak pendampingnya.
Koalisi PPA NTB juga menilai Kemenag Lombok Barat bersama pengurus ponpes kurang komitmen dalam menciptakan sistem perlindungan santri dan santriwati dari persoalan kekerasan. Yan melihat kemenag masih setengah hati dalam upaya memutus mata rantai kekerasan di ponpes karena tidak melibatkan pihak terkait dalam mencari akar permasalahan dan solusi. Dia turut mengingatkan bahwa kasus kekerasan di ponpes wilayah Lombok Barat bukan hanya terjadi di Ponpes Al-Aziziyah, melainkan ada juga kasus di beberapa ponpes lainnya.