Polisi harus Terbuka Jelaskan Motif di Balik Kematian Diplomat Kemlu

Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai penting bagi aparat untuk lebih terbuka dalam menjelaskan motif di balik aksi self harm atau dugaan bunuh diri yang kerap terjadi di tengah masyarakat. Penjelasan terbuka itu penting untuk menanggapi kasus diplomat Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang ditemukan meninggal dunia di dalam kamar kos beberapa waktu lalu. Ia menyebut keterbukaan motif menjadi bagian penting dari kontrol sosial dan mencegah spekulasi liar di ruang publik.

Namun, ia menyoroti bahwa pernyataan resmi dari kepolisian terkait kasus-kasus semacam itu sering kali hanya menjelaskan cara atau modus yang digunakan, tanpa membeberkan motif secara jelas. Menurutnya, hal tersebut justru memicu ketidakpercayaan publik. Lebih lanjut, Ia mencontohkan, motif self harm bisa saja muncul akibat kekerasan verbal, intimidasi dari pihak ketiga, atau alasan personal lainnya. Polisi seharusnya tidak membiarkan ruang publik diisi asumsi liar karena ketiadaan informasi resmi. Ia mendorong agar aparat lebih profesional dan komunikatif dalam menangani kasus-kasus sensitif semacam ini, tanpa mengesampingkan prinsip kehati-hatian.

Sementara, Kriminolog Universitas Indonesia (UI) Josias Simon mengatakan, dirinya mengapresiasi langkah penyelidik Polda Metro Jaya yang berhasil meredam simpang siur informasi dalam kasus meninggalnya pegawai Kementerian Luar Negeri, ADP dengan mengadakan konferensi pers. Namun, ia menilai keterangan resmi yang disampaikan kepolisian belum sepenuhnya menjawab pertanyaan publik. Menurutnya, kesimpulan yang dipaparkan dalam konferensi pers dengan metode Scientific Crime Investigation (SCI) menunjukkan bahwa tidak ditemukan unsur tindak pidana dalam peristiwa tersebut. Namun, ia menyoroti bahwa penyebab kematian ADP juga tidak dijelaskan secara rinci dalam pernyataan resmi.

Search