Pemerintah memiliki setumpuk pekerjaan rumah untuk menahan badai pemutusan hubungan kerja (PHK) yang menerjang di berbagai sektor. Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat jumlah pekerja yang menjadi korban PHK melesat menjadi 44.195 sampai pertengahan Agustus 2024. Jumlah itu melesat dibanding angka PHK yang terdata Kemnaker pada periode Januari-Juni 2024 yang baru sebanyak 32.064 orang.
Adapun lima industri dengan jumlah PHK terbanyak per 31 Juli 2024 adalah industri pengolahan seperti tekstil, garmen, dan alas kaki sebanyak 22.356, aktivitas jasa lainnya 11.656, pertanian, kehutanan, dan perikanan 2.918, pertambangan dan penggalian 2.771, dan perdagangan besar dan eceran 1.902. Provinsi Jawa Tengah menggeser Provinsi DKI Jakarta sebagai wilayah dengan jumlah PHK terbanyak yakni sebanyak 13.722 orang. Mayoritas PHK di Jawa Tengah didominasi sektor industri pengolahan sebanyak 13.271 orang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan angka PHK bisa ditekan dengan lima strategi. Pertama, meningkatkan daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah dan rentan miskin dengan menunda kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Kedua, membantu beban pekerja dengan menerapkan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 yang pajaknya ditanggung pemerintah (DTP) hingga pendapatan bruto Rp200 juta per tahun. Ketiga, kendalikan harga pangan baik minyak goreng dan beras dengan berbagai intervensi. Keempat, mempertebal jaring pengaman sosial dalam bentuk bantuan sosial (bansos) yang tepat sasaran ke kelas menengah rentan. Kelima, memperbaiki insentif fiskal sehingga belanja perpajakan dapat mengefektifkan dan menciptakan serapan kerja di sektor padat karya.