Pengamat pendidikan Indra Charismiadji melihat pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT) yang dilakukan Mendikbudristek Nadiem Makarim tidak permanen. Sebab, Permendikbudristek nomor 2 tahun 2024 yang menjadi pangkal persoalan tak dicabut sehingga masih memberi ruang untuk kenaikan UKT. Dia juga mengatakan, dengan besaran UKT dan juga iuran pembangunan institusi (IPI) yang ada saat ini, maka akan banyak orang terbebani. Menurut dia, rata-rata pendapatan orang Indonesia berada pada Rp 65-75 juta dalam satu tahun.
Bahkan, tambah dia, tak sedikit yang berpenghasilan per tahunnya di bawah itu. Dia mengatakan, masih banyak yang menerima gaji di bawah Rp 5 juta per bulannya. Dengan besaran UKT dan IPI yang bisa mencapai Rp 40 juta per tahun, maka itu akan memberatkan. Dengan perhitungan itu, dia menilai semakin jelas jika kebijakan menaikkan UKT dan penetapan IPI saat ini tak memiliki kajian yang matang. Kebijakan UKT maupun IPI juga dia sebut tak memiliki dasar yang jelas. Sementara itu, pada kesempatan yang sama Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) Sudirman Said mengatakan, pemerintah tidak bisa menjadikan ketersediaan dana sebagai patokan dalam memberikan pendidikan. Meski kesulitan, pendidikan di jenjang apapun mesti diberikan kepada rakyat.
Diketahui, anggaran pendidikan, khususnya untuk pendidikan tinggi disebut masih minim. Hal itu pula yang membuat pemerintah tak mampu menekan biaya pendidikan tinggi. Pemerintah saat ini baru bisa memprioritaskan wajib belajar pada jenjang pendidikan dasar dan mnengah. Belum ada prioritas pendanaan untuk pendidikan tinggi karena dana negara tidak mencukupi. Melihat itu, Sudirman menyatakan tak semestinya pendidikan dibebankan kepada orang tua. Sebaliknya, negara seharusnya mau untuk berinvestasi pada bidang pendidikan, suatu investasi yang tidak pernah salah.