Ketua Komite III DPD RI, Filep Wamafma, menyoroti serius perlindungan pekerja migran Indonesia (PMI), khususnya di sektor kelautan dan pekerja migran perempuan, yang dinilai masih jauh dari kata aman dan layak. Menurut Filep, kasus-kasus PMI non-prosedural yang terlantar di luar negeri hanyalah puncak gunung es dari persoalan yang lebih besar yaitu masih lemahnya perlindungan negara dan masih maraknya praktik mafia perekrutan ilegal.
Menurutnya, jumlah PMI perempuan juga bertambah, pada 2024 telah mencapai 200.580 orang, atau sekitar 33,60 persen dari total PMI tahun 2024. “Jumlah yang sangat besar ini bukan tanpa masalah,” tutur dia. Data BP2MI menunjukkan 88,4 persen korban perdagangan orang adalah perempuan, dengan 91 persen di antaranya dewasa, mayoritas mengalami eksploitasi kerja paksa 95% dan eksploitasi seksual 5 persen.
Dia menjelaskan Komite III memandang perlu dibuat pemetaan data terintegrasi, soal sektor-sektor pekerjaan para migran, terutama yang berisiko tinggi di sektor kelautan ini. Mendesak revisi Undang-Undang No. 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2PMI). Menurutnya, UU saat ini belum cukup melindungi PMI, terutama di sektor kelautan dan pekerja migran perempuan yang sangat rentan terhadap eksploitasi dan tindak kejahatan. Di atas itu, perlu dipetakan dalam UU terkait jenis-jenis PMI beserta sektor pekerjaannya secara detail. Selain itu, yang segera diselesaikan adalah penindakan tegas pada mafia perekrut.