Ombudsman RI mengingatkan pemerintah untuk memperhatikan 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Peringatan ini dikeluarkan menyusul rencana pemerintah mengimpor beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Menurut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, keputusan impor beras ini belum memenuhi 12 indikator tersebut. Namun, hanya sebagian yakni antisipasi krisis pangan dan minimnya stok cadangan beras pemerintah (CBP) yang dikelola oleh Perum Bulog.
Ia menjelaskan, merujuk pada Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI terkait Tata Kelola Cadangan Beras Pemerintah tahun 2021, terdapat 12 indikator dalam pengambilan keputusan impor beras maupun besaran CBP sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Indikator-indikator itu adalah perkembangan luas lahan, perkembangan potensi produksi padi dan beras nasional, proyeksi ketersediaan CBP, ketersediaan stok CBP pada Perum Bulog, ketersediaan stok beras di rumah tangga, penggilingan dan pedagang, perkembangan konsumsi beras per kapita, perkembangan ekspor dan impor beras, perkembangan harga beras/stabilisasi harga beras, target penyerapan dan penyaluran Perum Bulog atas produksi beras dalam negeri, kalender masa tanam dan masa panen, ancaman produksi pangan, dan keadaan darurat dan krisis pangan.
Ombudsman juga menyayangkan adanya perbedaan data antara Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog dengan Kementerian Pertanian. Badan Pangan Nasional menyatakan CBP yang dikelola oleh Perum Bulog berkurang 50 persen dari batas aman stok beras sebanyak 1,2 juta ton per tahun, sedangkan Kementerian Pertanian menyatakan stok beras surplus.