Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKB, Mafirion, mendesak Pemerintah agar menjadikan Peta Jalan Menuju Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat sebagai instrumen nyata, bukan sekadar agenda simbolis. Ia menegaskan bahwa peta jalan yang diluncurkan Kementerian HAM harus menjadi jawaban konkret atas penantian panjang para korban dan penyintas. Mafirion mengapresiasi inisiatif tersebut sebagai sinyal positif komitmen negara dalam memenuhi kewajiban konstitusional dan moral. Namun, ia memberikan catatan kritis agar langkah strategis ini tidak berhenti pada pengakuan formal semata.
Berdasarkan data Kementerian HAM, saat ini terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yang masuk dalam daftar prioritas, mulai dari Peristiwa 1965-1966 hingga Tragedi Wamena 2003. Meski negara telah memberikan pengakuan secara resmi, Mafirion menyoroti rendahnya angka pemulihan korban. Dari sekitar 7.000 korban yang teridentifikasi, data kementerian menunjukkan baru sekitar 600 orang yang telah mendapatkan pemulihan.
Lebih lanjut, Mafirion menilai penyelesaian kasus-kasus kelam masa lalu merupakan prasyarat mutlak bagi terciptanya rekonsiliasi nasional dan penguatan kepercayaan publik terhadap institusi negara. Ia meminta pemerintah menyusun panduan kerja yang terukur dengan target waktu serta mekanisme evaluasi yang transparan. Politisi PKB ini juga mendorong adanya sinergi solid antarlembaga, mulai dari Kementerian HAM, Komnas HAM, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung. Koordinasi lintas sektoral ini dinilai krusial agar peta jalan tersebut sejalan dengan instrumen internasional yang telah diratifikasi Indonesia, seperti International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).
