Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, menilai, langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menghentikan penayangan grafik atau diagram perolehan suara hasil pembacaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) tidak tepat. Pasalnya, dengan menyetop grafik tersebut, publik tidak bisa lagi melihat gambaran utuh perolehan suara Pemilu Presiden (Pilpres) 2024 maupun Pemilu Legislatif (Pileg) 2024. Sebab, Sirekap kini hanya menampilkan formulir model C.
Menurut Ninis, penghentian grafik ini tak menjawab problem Sirekap. Jika ada persoalan, mestinya proses input data Sirekap dibenahi, bukan malah dihilangkan grafiknya. Ninis menilai, langkah KPU menghentikan penyangan grafik Sirekap justru bisa menimbulkan perdebatan baru. Ninis mengatakan, Sirekap merupakan platform transparansi dan publikasi data dalam penghitungan suara pilpres dan pileg. Sebab, sulit bagi masyarakat mengawasi proses penghitungan suara manual yang prosesnya lama karena dilakukan secara berjenjang dari tingkat TPS, kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi, hingga nasional.
Sirekap seharusnya berfungsi untuk memberikan gambaran atas progress penghitungan suara. Lewat Sirekap, publik mestinya dapat melakukan pengawasan melalui pengamatan formulir model C dan grafik data digital yang memuat hasil rekapitulasi sementara pilpres dan pileg. Oleh karenanya, penyetopan grafik data digital dalam Sirekap dinilai mengurangi transparansi penghitungan suara pemilu.