Cara pemerintah menangani isu dugaan penguntitan terhadap Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus atau Jampidsus Kejaksaan Agung oleh anggota Detasemen Khusus 88 Antiteror dinilai seperti ”pemadam kebakaran”. Padahal, isu tersebut dinilai krusial karena berhubungan dengan kinerja aparat penegakan hukum. Publik juga berhak tahu atas situasi sebenarnya yang terjadi.
Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjadjaran, Bandung, Muradi menyampaikan ”Kalau sebatas dikuntit, disadap, itu bukan hal yang baru dalam konteks Indonesia. Mantan Kapolri Jenderal (Purn) Tito Karnavian dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad juga pernah mengalami hal yang sama.” Namun, karena hal itu sudah dilempar ke publik dan menjadi isu perbincangan masyarakat, menurut dia, perlu ada kejelasan terkait duduk perkara peristiwa itu. Apakah ada persaingan penanganan kasus, penutupan orang-orang yang perlu dimunculkan dalam kasus, atau alasan lainnya. Jika publik tidak mendapatkan informasi yang jelas terkait itu, khawatirnya justru menjadi isu liar di media sosial ataupun media arus utama. Salah satu spekulasi yang berkembang saat ini adalah ada keterlibatan perwira tinggi Polri dalam salah satu kasus korupsi besar yang ditangani oleh Jampidsus Kejagung.
Menurut Muradi, hal-hal yang perlu disampaikan kepada publik supaya lebih terang adalah alasan mengapa Jampidsus mengungkapkan peristiwa itu ke masyarakat. Seharusnya, hal itu diselesaikan di internal mereka terlebih dahulu. Misalnya, Jampidsus melapor ke Jaksa Agung agar dipertemukan dengan Kapolri. Jika pertemuan itu tidak berhasil, baru naik satu tingkatan lagi ke Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan. Jika itu pun belum selesai, Presiden bisa mengambil alih.