Kementerian Keuangan menyampaikan Indonesia telah mendapatkan pendanaan investasi untuk penanganan masalah perubahan iklim senilai 500 juta dolar AS. Dalam persetujuan pinjaman tersebut, prioritas jangka pendek akan digunakan untuk pensiun dini dua pembangkit listrik batu bara dengan total kapasitas 1,7 gigawatt (GW). Hanya saja, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu menuturkan, masih terdapat tantangan untuk bisa merealisasikan pensiun dini pembangkit batu bara. Terutama keinginan dari sektor swasta karena belum adanya kemauan yang kuat.
Indonesia sejatinya juga telah mengantongi komitmen pendanaan transisi energi sebesar 20 miliar dolar AS atau setara Rp 300 triliun melalui Just Energy Transition Partnership (JETP). Sekretariat JETP mengungkapkan, ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar Indonesia bisa mulus mendapatkan pendanaan ambisius tersebut. “Ada prasyarat yang perlu dipenuhi. Kita perlu berinvestasi banyak pada energi panas bumi dan energi terbarukan lain, memperbanyak pembangkit listrik tenaga air, lalu membangun lebih dari 20 gigawatt pembangkit listrik tenaga surya dan solar PV,” kata Kepala Deputi Sekretariat JETP Paul Butarbutar.
Peluncuran dokumen investasi kebijakan komprehensif JETP semula ditargetkan pada 16 Agustus 2023. Namun, pemerintah membatalkan rencana tersebut dan direncanakan baru akan terealisasi akhir tahun ini. Salah satu alasannya yaitu pemerintah harus berkonsultasi lebih lanjut dengan IPG ihwal rencana transisi energi yang akan ditempuh Indonesia.