Pemerhati militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai, pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua yang diduga melibatkan aparat khususnya prajurit TNI, merupakan pekerjaan rumah turun temurun Panglima TNI. Hal ini juga merupakan pekerjaan rumah yang mesti dituntaskan, jika nantinya Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Yudo Margono terpilih menggantikan Jenderal Andika Perkasa.
Menurut Khairul, persoalan HAM yang diduga dilakukan prajurit TNI di Papua muncul karena beberapa faktor. Pertama, budaya di internal TNI yang telah mengakar puluhan tahun bahkan sejak Presiden Soeharto berkuasa. Ditambah, kata Fahmi, sebagai alat politik pada pemerintah Orde Baru, prajurit TNI mendapatkan banyak kekuasaan, dan impunitas hukum.
Faktor kedua, lanjut dia, kultur kekerasan di internal TNI tidak bisa dihapuskan sepenuhnya. Sebab, tentara memang menjadi alat kekerasan yang dipakai oleh negara. Fahmi menceritakan, kondisi itu yang dilihat dan menjadi visi Andika Perkasa ketika menjabat sebagai Panglima TNI. Fahmi menceritakan, kondisi itu yang dilihat dan menjadi visi Andika Perkasa ketika menjabat sebagai Panglima TNI. Selanjutnya, faktor yang ketiga adalah pandangan masyarakat yang menganggap prajurit TNI adalah sosok yang superior. Fahmi berharap pandangan itu harus ditinggalkan, agar prajurit TNI tak melulu bersikap arogan. Ia menganggap, jika prajurit TNI bisa mematuhi hukum, maka secara otomatis pelanggaran HAM di Papua juga bakal mengalami penurunan.