Pasal Penghinaan Presiden di KUHP Baru, Wamenkumham: Bukan untuk Lindungi Jokowi

Wakil Menteri Hukum dan HAM atau Wamenkumham Edward Omar Sharief Hiariej mengatakan, pasal tentang penghinaan presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP baru bukan semata-mata diterapkan untuk melindungi Presiden Jokowi. Ia menyebut pasal itu diterapkan untuk menjaga marwah presiden secara umum. Pria yang akrab disapa Eddy Hiariej itu mengatakan, kepentingan yang dilindungi merupakan kepentingan negara, masyarakat, dan individu. Perlindungan itu berupa nyawa, keamanan, dan martabat.

Adapun pasal tersebut termuat dalam Pasal 218 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.” Eddy mengaku saat dipanggil Presiden Jokowi, ia juga ditanya seputar pasal penghinaan presiden itu. Eddy pun menirukan pernyataan Jokowi yang menyatakan tak apa-apa jika dihina. Namun Eddy menjelaskan bahwa ini bukan semata-mata untuk melindungi Jokowi.

Eddy yang berdialog dengan mahasiswa mengatakan bahwa semua mahasiswa harus punya pandangan yang sama terhadap KUHP baru ini. “Mengapa melakukan sosialisasi kepada mahasiswa karena mahasiswa itu adalah agent of change, agen perubahan, semua mahasiswa ini (harus) memiliki pandangan yang sama terhadap KUHP ini,” katanya. Pasal tentang penghinaan presiden ini sebelumnya mendapat penolakan dari Koalisi Masyarakat Sipil saat masih ada dalam draf RKUHP. Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) sempat meminta agar pasal tersebut dihapus. Mereka menyebut Pasal 218-220 soal Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden serupa dengan Pasal 134 dan 137 di KUHP tentang penghinaan terhadap presiden.

Search