Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sidarto Danusubroto, mengatakan, Pancasila dapat menjadi vaksin ideologi untuk menjaga keutuhan bangsa menyusul dinamika politik nasional yang semakin memanas menjelang Pemilihan Umum 2024. Hal itu diungkapkan Sidarto yang juga pernah menjadi ajudan terakhir Presiden Soekarno (1967-1968) saat menjadi pembicara kunci dalam diskusi kelompok terarah (FGD) yang digelar Moya Institute dengan tajuk ‘Pancasila: Dinamika dan Tantangan yang Dihadapi’ di Hotel Gran Melia, Jakarta, Kamis (25/5). “Setelah ancaman pandemi covid-19 selesai, ancaman intoleransi, radikalisme, dan terorisme (IRT) juga sangat berbahaya. Sudah banyak temuan yang menunjukkan beberapa lembaga dan masyarakat yang terpapar ancaman ini,” tuturnya.
Sidarto mengatakan, berdasarkan hasil riset IRT ancaman tersebut relatif mampu menginfiltrasi aparatur sipil negara (ASN) di berbagai institusi, radikalisme ditengarai telah merasuki oknum TNI-Polri. Saat ini, menurutnya, demokrasi Indonesia masih menganut NPWP yang berarti nomor piro wani piro. “Saya pernah menjadi anggota DPR RI tiga periode. Waktu sistem tertutup, saya dengan mudah terpilih. Saat sistem terbuka, orang di sini mulai jorjoran dengan uang. Hal itu mengakibatkan masyarakat jadi dididik untuk menunggu ‘serangan fajar atau subuh’ untuk mendapat uang,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengatakan salah satu tantangan yang dihadapi Pancasila yaitu perpecahan akibat perbedaan pilihan politik. Ditambah lagi merebaknya kasus korupsi, dan tindakan amoral dari beberapa oknum kepolisian. Hal ini, lanjut dia, sekaligus untuk memastikan bahwa ideologi Pancasila dan wawasan kebangsaan, serta fungsi ASN sebagai perekat pemersatu NKRI tetap dijalankan oleh seluruh ASN di Indonesia.