Pakar hukum tata negara dari Universitas Indonesia (UI) Qurrata Ayuni mengatakan amicus curiae bukan bagian alat bukti dalam persidangan perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Menurut dia, amicus curiae lebih diartikan sebagai sahabat pengadilan dan hanya bersifat dukungan moral terhadap pengadilan sehingga tidak bisa jadi instrumen dalam menekan keputusan hakim. Dalam hal ini, kata dia, hakim MK tak bisa memasukkan pendapat amicus curiae sebagai bagian dari pertimbangan putusan. “Itu bukan merupakan salah satu alat pada persidangan di MK, baik dari pemohon maupun dari KPU,” ujarnya. Qurrata Ayuni mengamini amicus curiae bisa diajukan oleh siapa saja. Namun, amicus curiae tidak dapat digunakan sebagai tekanan terhadap MK karena hakim bersikap independen.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Abdul Chair Ramadhan menilai langkah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan tidak pantas. Abdul Chair mengemukakan bahwa pihak yang mengajukan diri sebagai amicus curiae bukanlah orang yang sedang berperkara di Mahkamah Konstitusi (MK), sedangkan Megawati meskipun mengajukan sebagai warga negara Indonesia, melekat kepadanya ketua umum partai politik. Abdul meyakini amicus curiae tidak akan memengaruhi putusan MK pada tanggal 22 April 2024 sebab MK memutuskan perkara berdasarkan pada alat bukti, saksi-saksi, dan fakta di persidangan, bukan karena amicus curiae.