Nadiem Tolak Usulan Bahasa Melayu Jadi Bahasa Resmi ASEAN

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim menolak usulan untuk menjadikan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi ASEAN. Hal itu merupakan tanggapan atas pernyataan Perdana Menteri Malaysia Dato’ Sri Ismail Sabri Yaakob kala lawatannya ke Indonesia, terkait memperkuat bahasa Melayu sebagai bahasa perantara antara kedua kepala negara, serta sebagai bahasa resmi ASEAN. Kemendikbud-Ristek tetap menjalankan amanat undang-undang untuk mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia, serta meningkatkan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.

Bahasa Indonesia lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Di tingkat internasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia. Pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) juga telah diselenggarakan oleh 428 lembaga, baik yang difasilitasi oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud-Ristek, maupun yang diselenggarakan secara mandiri oleh pegiat BIPA, pemerintah, dan lembaga di seluruh dunia. Selain itu, bahasa Indonesia juga diajarkan sebagai mata kuliah di sejumlah kampus kelas dunia di Eropa, Amerika Serikat (AS), dan Australia, serta di beberapa perguruan tinggi terkemuka di Asia.

Dalam perjalanannya, peran Bahasa Indonesia diperkuat dengan Undang-undang dan peraturan-peraturan hukum. Pascakemerdekaan Indonesia, disebutkan dalam Pasal 36 Undang-undang Dasar Republik Indonesia bahwa Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia. Status dan fungsi bahasa Indonesia ditegaskan dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan, yang kemudian diperjelas dengan lebih terperinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia, serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 42 Tahun 2018 tentang Kebijakan Nasional Kebahasaan dan Kesastraan.

Search