Ketua Bidang Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengatakan jika PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) melakukan pengadaan KRL baru, maka akan ada beberapa isu yang muncul. Isu tersebut adalah dampak dari biaya-biaya yang tinggi. Isu berikutnya, Aditya melanjutkan, adalah biaya operasional KCI di masa depan akan naik. Dia mempertanyakan siapa yang akan menanggungnya. Jika penumpang berarti tarif akan naik, tapi jika pemerintah berarti public service obligation (PSO) atau kewajiban pelayanan publik. “Kalau nanti KCI harus menggunakan produk dalam negeri, KRL baru, itu nilainya bisa 10 kali lipat dari KRL bekas,” ujar dia. Aditya meminta pemerintah untuk memikirkan langkah pengadaan KRL secara komprehensip.
Vice President Corporate Secretary PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Anne Purba mengatakan pihaknya merencanakan pengadaan kereta bukan baru untuk mengganti kereta yang rencananya akan dikonservasi mulai tahun ini. Menurut hitungan KCI, setelah interior dan eksterior kereta tersebut diganti, TKDN setiap trainset kereta menjadi 40 persen. Jumlah ini berada di atas standar yang ada.
Sementara, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan importasi KRL bekas dari Jepang tidak boleh terulang lagi. “Catatan yang terpenting adalah perencanaan kebutuhan kereta api seharusnya lebih terstruktur dan sistematis, jangka menengah dan jangka panjang,” ujar Agus. Dengan begitu, Agus menyatakan semua pemangku kebijakan sudah siap. Selain itu, Agus memberikan catatan lain. Pertama, adalah soal penggunaan produksi hasil industri dalam negeri. Kedua, jika kebijakannya retrofit atau penambahan teknologi atau fitur baru pada sistem lama, Agus merekomendasikan tetap tercipta penyerapan tenaga kerja. Ketiga adalah pelayanan transportasi publik tetap terjaga. “Importasi tetap ada dalam opsi, walaupun tidak prioritas (apalagi barang bekas),” tuturnya.