Saksi ahli Presiden, Yusril Ihza Mahendra, menilai tidak ada ruang bagi Majelis Rakyat Papua (MRP) menguji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (UU Otsus) terhadap UUD 1945. MRP menjadi pemohon dalam pengujian UU Otsus Papua. Dia berpendapat, MRP dikategorikan sebagai lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amanat Undang-Undang, bukan UUD 1945 secara langsung. Hak dan kewenangannya diberikan sebagaimana perintah UU.
Apabila suatu ketika terdapat hak atau kewenangan yang dikurangi/dihilangkan dalam perubahan UU, maka tidak tersedia ruang bagi MRP untuk menguji UU tersebut terhadap UUD 1945. Yusril menilai, dalil terhadap UU Otsus Papua mengenai ketentuan Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP) dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK) hanya bisa diajukan oleh individu atau partai politik (parpol) yang memiliki hak konstitusional, bukan MRP. Yusril membenarkan MRP ialah lembaga negara sebagai representasi masyarakat Papua dalam hal tertentu sebagaimana disebutkan UU. Namun, MRP tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan pengujian pasal-pasal yang dimohonkan tersebut.
Sebelumnya, MRP mengajukan permohonan uji materi UU Otsus karena mendapati adanya klausul-klausul yang dinilai merugikan kepentingan dan hak konstitusional orang asli Papua (OAP). MRP menilai penyusunan UU 2/2021 yang merupakan revisi UU 21/2001 itu murni hasil inisiatif pihak pemerintah pusat, bukan usul dari rakyat Papua.