MKMK Permanen Diharap Pulihkan Trauma Pelanggaran Etik Anwar Usman

Direktur Eksekutif RISE Institute Anang Zubaidy menilai pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) secara permanen sebagai upaya untuk mengembalikan muruah Mahkamah Konstitusi (MK), meski hal itu tidak menjadi jaminan bahwa penyelesaian sengketa hasil pemilu di MK akan bersih dari pelanggaran etik.

Dosen Hukum Tata Negara FH Universitas Islam Indonesia itu  juga menilai kekhawatiran publik terkait pelanggaran etik di MK sebagai hal yang wajar. Hal itu disebut masih berkaitan dengan kekecewaan publik atas Putusan MK Nomor 90 terkait batas usia capres dan cawapres. Dalam putusan yang menjadikan karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka untuk maju sebagai calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto membuat Ketua MK saat itu dicopot dari posisinya oleh MKMK karena terbukti melanggar etik. Oleh sebab itu, publik juga masih menanti pembuktian MK usai putusan MKMK kemarin. “Tinggal bagaimana nanti MK mampu membuktikan bahwa pasca putusan MKMK yang dipimpin oleh Prof. Jimly beberapa waktu yang lalu, MK sudah memperbaiki diri dan menjaga netralitas dan imparsialitasnya,” sambungnya. Anang juga mengungkapkan harapan publik atas MKMK yang baru. Ia juga menilai sosok hakim anggota MKMK punya rekam jejak yang cukup baik.

Sementara itu, Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini berharap, dengan dibentuknya Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) permanen, akan mengembalikan marwah MK.

Search