MAHKAMAH Konstitusi (MK) menolak untuk seluruhnya permohonan Perkara Nomor 156/PUU-XXI/2023 mengenai ketentuan persyaratan usia minimal menjadi calon presiden dan calon wakil presiden (capres cawapres) dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. Perkara ini diajukan jaksa sekaligus pengamat hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Jovi Andrea Bachtiar (Pemohon I) bersama konsultan hukum dan pengamat hukum tata negara Universitas Riau Alfin Julian Nanda (Pemohon II).
Dalam pertimbangan hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan penentuan batas usia merupakan wilayah kewenangan pembentuk undang-undang, sepanjang tidak bertentangan dengan moralitas, rasionalitas, dan menimbulkan ketidakadilan yang intolerable. Karena itu, terhadap persoalan dalam permohonan a quo pun, Mahkamah memandang tepat jika hal ini diserahkan kepada pembentuk UU untuk merevisi atau menyesuaikan perumusan norma Pasal 169 huruf q UU Pemilu usai Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tersebut.
Polemik batas usia capres dan cawapres berakhir dengan diputusnya permohonan yang diajukan Mahasiswa Universitas Surakarta Almas Tsaqibbirru dalam Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023. Dalam putusan tersebut, Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan yang menguji Pasal 169 huruf q UU Pemilu.