The Clash of Civilizations and the Remaking of World Order diterbitkan hanya lima tahun pascaperang dingin. Dalam literatur yang wajib dibaca tersebut, Samuel Huntington meramalkan bahwa perbedaan budaya dan agama akan menjadi sumber utama konflik. Meskipun dianggap kontroversial pada saat diterbitkan, amat disayangkan teori tersebut semakin relevan pada saat ini. Sepertinya tidak ada jalan keluar (exit plan) yang dapat mencegah atau memagari meruncingnya politik identitas yang bahkan kadang membawa isu primordialisme.
Belajar dari 2019 dan pascapandemi covid-19, saturasi informasi terus mencapai titik yang semakin tinggi. Hanya untuk mencapai titik baru yang lebih tinggi lagi, yang mana masyarakat sudah tidak sempat (atau tidak peduli), untuk memeriksa dan memastikan apakah informasi yang diterima sahih. Kalau pada era 1990-an cita-cita kebanyakan orang adalah untuk menjadi sarjana atau kaum intelektual. Pada 2022, cita-cita yang paling ingin diraih adalah untuk berhasil menciptakan konten yang sukses menjadi viral.
Disrupsi teknologi telah mengubah segala aspek kehidupan tanpa kecuali, budaya, perilaku, norma dan etika. Ditambah lagi adanya tekanan yang bertubi-tubi akibat pandemi yang tak terasa telah berjalan lebih dari dua tahun lamanya. Sebagai catatan, PDKJI (Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia) mencatat peningkatan kasus depresi sebesar 57,6% akibat pandemi. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan oleh Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) pada masa pandemi (2020), hoaks mengenai politik menempati urutan ke-2 setelah hoaks kesehatan. Total hoaks yang muncul berjumlah selama 2020 berjumlah 2.298 dan 1.888 selama 2021. Mungkin saat inilah yang bisa disebut sebagai abad jahiliyah media yang mana revolusi telah terjadi, ketika media arus utama harus bersaing dengan warganet yang viral. Media partisanship atau keberpihakan media sudah menjadi new normal- karena keberpihakan inilah yang menjadikan materi yang dihasilkan komoditas yang laris. Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, dalam bukunya The Elements of Journalism, menambahkan elemen ke-10, yaitu citizen journalism (warga juga memiliki hak dan tanggung jawab dalam hal-hal yang terkait dengan berita). Ketika keberpihakan tak dapat lagi dihindari, di sinilah media literasi menjadi kunci. Itu karena ia akan menjadi pengingat sebagai filter bahwa informasi yang beredar tidak boleh diterima bulat-bulat karena perang narasi tak akan pernah berhenti.