Euforia haji di Indonesia bergelora ketika Pemerintah Arab Saudi menetapkan kuota haji RI kembali normal sebesar 221 ribu jemaah pada 2023. Pada 2020 dan 2021 layanan haji ditutup imbas pandemi covid-19 yang menggempur dunia. Baru pada tahun lalu layanan haji dibuka kembali oleh Pemerintah Arab Saudi, tetapi dengan pembatasan usia jemaah dan pengurangan kuota.
Tahun ini, rincian kuota haji untuk Indonesia tahun ini adalah 203.320 jemaah haji reguler, 17.680 jemaah haji khusus, dan 4.200 petugas. Sayang, gegap gempita tersebut tersandung wacana kenaikan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH). Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan BPIH 2023 sebesar Rp98.893.909,11. Angka tersebut sejatinya hanya naik Rp514.888,02 dari tahun lalu sebesar Rp98.379.021,09, tetapi proporsi pemenuhan BPIH tahun ini mengalami perubahan drastis dan memantik perdebatan.
Tahun lalu, biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) alias ongkos yang harus dibayar calon jemaah sebesar Rp39.886.009,00 atau 40,54 persen dan sisanya ditanggung dari nilai manfaat alias optimalisasi yang mencapai 59,46 persen sebesar Rp58.493.012,09. Skema ini dikenal dengan komposisi 40:60, tetapi tahun ini diusulkan menjadi 70:30, di mana 70 persen pembiayaan dibebankan langsung kepada calon jemaah. Skenario tersebut membuat Bipih yang harus dibayarkan calon jemaah haji tahun ini membengkak hingga Rp69.193.734,00. Sedangkan nilai manfaat haji yang diberikan turun menjadi 30 persen atau hanya Rp29.700.175,11 per jemaah.