Menkum: Pengampunan Koruptor tetap dengan Persetujuan MA dan DPR

Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan Presiden memiliki hak untuk memberikan pengampunan kepada koruptor, namun tetap melalui proses pengawasan oleh Mahkamah Agung (MA) terkait grasi serta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam hal pemberian amnesti. Supratman juga mengatakan pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor tidak serta merta mendapatkan amnesti ataupun grasi.

Mantan Ketua Badan Legislasi DPR ini menerangkan kalau pemerintah Indonesia akan mengupayakan hukuman yang maksimal bagi koruptor. Di samping itu, pemerintah juga menekankan aspek pemulihan aset dalam kasus tindak pidana korupsi. Menkum mengungkapkan pemberian pengampunan kepada koruptor maupun pelaku kejahatan lainnya adalah hak kekuasaan yudikatif, namun Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) memberikan hak konstitusional kepada presiden untuk memiliki kekuasaan yudisial tersebut.

Sebelum perubahan UUD 1945, kewenangan yudisial yang melekat kepada presiden sebagai kepala negara itu bersifat absolut. Kemudian pasca-amandemen UUD 1945, kekuasaan presiden tidak absolut. Presiden perlu meminta pertimbangan kepada MA dan DPR. Selain presiden, kewenangan memberikan pengampunan kepada koruptor dan pelaku kejahatan lainnya juga diberikan kepada Kejaksaan Agung melalui denda damai. Sehingga, baik Presiden maupun Kejaksaan Agung diberikan ruang untuk memberikan pengampunan.

Search