Peraturan Polisi (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tetap harus dihormati, meskipun secara formal putusan ini bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025. Hal ini disampaikan mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie menanggapi polemik Perpol yang mengatur polisi aktif boleh menduduki jabatan sipil di 17 Kementerian/Lembaga. Dia mengatakan, asas presumtio iustae causa berlaku dalam Perpol tersebut. Artinya Perpol 10/2025 dianggap sah sebelum dibatalkan pejabat berwenang.
Jimly mengatakan, setidaknya ada tiga pejabat yang bisa membatalkan aturan tersebut. Pertama Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo sendiri, karena ia lah yang membuat Perpol tersebut. Kedua adalah Mahkamah Agung (MA) melalui mekanisme judicial review. Ketiga adalah Presiden RI Prabowo Subianto karena mampu menerbitkan aturan yang lebih tinggi lagi dan bisa membatalkan peraturan yang lebih rendah.
Dalam jurnal ilmu hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana yang ditulis Vincent Suradinata (2018) dijelaskan bahwa asas presumtio iustae causa adalah asas yang dikenal dekat dalam peradilan administrasi. Asas ini menyatakan bahwa demi kepastian hukum, setiap keputusan tata usaha negara yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum. Sebab itu, keputusan yang telah diterbitkan bisa dilaksanakan lebih dulu sebelum dibuktikan bahwa keputusan yang diterbitkan bersifat melawan hukum oleh pejabat berwenang. Dalam konteks Perpol 10/2025, Jimly telah menegaskan, meskipun ada pertentangan dengan putusan MK, Perpol ini tak bisa dianulir kecuali oleh tiga orang pejabat berwenang tadi.
