Sejumlah pemerintah daerah mulai mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD). Kebijakan ini kemudian memicu polemik karena terjadi kenaikan tarif pajak jasa kesenian dan hiburan. Penerapan UU HKPD mendapatkan respons beragam. Bagi Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), aturan ini justru dinilai positif. Hal ini karena pajak hiburan secara umum mengalami penurunan tarif dan juga menjadi seragam. Sementara, bagi pelaku usaha yang terdampak kenaikan tarif menyatakan keberatannya.
Jika dicermati, dalam UU HKPD, tarif Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang didalamnya terdapat jasa kesenian dan hiburan secara umum justru turun karena diseragamkan menjadi maksimal 10 persen. Tarif pajak yang naik menjadi mulai 40 persen hingga paling tinggi 75 persen mayoritas berisi kegiatan hiburan malam atau hiburan dewasa. Jasa hiburan yang dikenakan kenaikan tarif itu yakni diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Terkait adanya protes dari sejumlah pelaku usaha, Kementerian Keuangan menjelaskan, bahwa ada ruang bagi pemerintah daerah dalam memberikan insentif fiskal. Hal itu sudah diatur dalam Pasal 101 UU HKPD. Sehingga, jika pelaku usaha meminta keringanan pajak dan pemda mengabulkan maka tarif pajak tersebut bisa diturunkan.