Menag Soroti Paradoks Globalisasi di Forum R20

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas  menyoroti seputar paradoks globalisasi dalam forum Religion Twenty (R20). Menurutnya, globalisasi telah mengintegrasikan manusia dalam kultur global tapi sekaligus membelah. Paradoks lainnya, kata dia, bencana pandemi yang mengglobal, juga menghadirkan solidaritas. Di dalam pandemi, semua orang sama-sama menghadapi risiko di hadapan keganasan virus yang mematikan. Secara ekonomi, kata dia, Indonesia juga tidak memiliki kemakmuran materiil. Sebagaimana sebagian besar negara-negara sahabat anggota G20 lainnya. 

Indonesia, kata Menag, adalah bangsa yang tumbuh oleh tempaan sejarah: melintasi prahara demi prahara. Mulai dari sejarah kolonialisme, pergolakan politik, otoritarianisme Orde Baru dan kini demokrasi. Menurutnya, demokrasi telah memberikan Indonesia jalan terbaik bagi rakyat berpartisipasi. Untuk mempertahankan hak-hak dan kewajiban konstitusionalnya. Menurut Menag, Pancasila ditetapkan paling tidak untuk memenuhi dua fungsi. Pertama, sebagai simbol mengukuhkan pendirian Negara Republik yang merdeka. Di sini, kata dia, Pancasila berfungsi praktis dalam arti ia sengaja dipilih untuk menjamin suatu kesatuan. Dan integrasi politik yang bernama Republik Indonesia. 

Kedua, Pancasila juga dikukuhkan sebagai wawasan politik atau dasar negara. Ini nampak dari konstruksi Soekarno yang secara eksplisit mengkomparasikan Pancasila secara setara dengan filsafat dan ideologi-ideologi lain seperti Marxisme, Liberalisme, dan San Min Chu’i.  Namun demikian, jelas Menag, Pancasila bukanlah suatu ideologi politik partikular yang tertutup. Dan sistematis-total sebagaimana Marxisme maupun Liberalisme. 

Search