Masalah Air Masih Berlanjut di 3 Gili Lombok, Hotel-Resto Merugi

Masalah kekurangan air tawar di tiga gili utama di Lombok masih belum menemukan solusi yang jelas. Saat ini, dampaknya telah meluas ke sektor perhotelan dan restoran. Industri tersebut di Gili Trawangan, Gili Meno, dan Gili Air, Lombok Utara, NTB, mengalami kerugian besar akibat krisis air bersih, dengan estimasi kerugian mencapai puluhan juta rupiah per hari.

Krisis ini muncul setelah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencabut izin pengeboran yang digunakan oleh PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) untuk memasang pipa air. TCN sebelumnya menyediakan pasokan air bersih melalui desalinasi air laut. Menurut Vicky Hanoi, Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Lombok Utara, jika krisis ini terus berlanjut, banyak pengusaha mungkin harus menutup bisnis mereka karena mengalami kerugian besar. Hal ini dapat mengakibatkan sekitar 4.000 karyawan kehilangan pekerjaan.

Selain ancaman pemutusan hubungan kerja (PHK), krisis air ini juga berisiko merusak citra pariwisata di tiga gili dan merugikan reputasi pariwisata NTB secara keseluruhan. Vicky menambahkan bahwa hampir 60 persen penduduk Lombok Utara bergantung pada pekerjaan di tiga gili tersebut. Sejak penutupan izin pengeboran pada 27 September, pengusaha di tiga gili harus membeli air dari pihak ketiga dengan harga Rp 4,5 juta per tangki berkapasitas 5.000 liter. Biaya air ini meningkat drastis karena harus diangkut melalui kapal dari Pelabuhan Bangsal. Lili Mike, manajer hotel di Gili Air, juga menyatakan bahwa meskipun ada pipa bawah laut, aliran air belum optimal sehingga mereka terpaksa membeli air tambahan. Dampaknya, wisatawan menjadi enggan mengunjungi tiga gili, bahkan terdengar rumor di kalangan turis asing bahwa tiga gili di Lombok Utara sudah tidak layak dikunjungi.

Search