Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengungkap lima kendala yang dihadapi Satuan Tugas Tindak Pidana Pencucian Uang (Satgas TPPU) dalam mengusut transaksi mencurigakan yang ditemukan oleh PPATK. Mahfud menyebutkan kendala itu, antara lain, dokumen yang dilaporkan tidak ditemukan dokumen aslinya, penanganan yang tidak sesuai dengan prosedur, dan tindak lanjut pemeriksaan yang tidak menyasar ke ranah pidana. Terkait dengan hasil pemeriksaan yang merupakan gabungan antara tindak pidana dan tindakan disiplin administrasi, Mahfud menyebut itu baru diselesaikan di ranah administrasi. Ia mengungkapkan ada beberapa instansi yang tidak mematuhi instrumen teknis saat mereka menindaklanjuti laporan hasil analisis (LHA) dan laporan hasil pemeriksaan (LHP) dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Terakhir Mahfud menyebut ada beberapa kasus yang melibatkan diskresi pejabat berwenang. “Yang sering menjadi tempat sembunyi ini, dibilang ada diskresi untuk tidak dilanjutkan. Nah, ini yang akan kami cek, siapa yang memberi diskresi? Apa alasannya?” kata Mahfud. Terkait dengan diskresi, menurut dia, sebetulnya secara hukum itu dapat dibenarkan selama ada manfaatnya. “Hukum itu ada kepastian, ada keadilan, dan ada kemanfaatan. Akan tetapi, yang mau kami selidiki apa betul, siapa yang minta diskresi ini, dan apa alasannya. Nah, ini belum bisa dibuka sekarang,” kata Menkopolhukam.
Sering kali, lanjut dia, ada yang mengatakan bahwa diskresi itu karena perintah atasan. Namun, saat dikonfirmasi, perintah itu ternyata tidak pernah diberikan. “Terkadang orang pinjam nama orang. Ya, ini apa betul, apa enggak, begitu nanti kami cari,” katanya. Terlepas dari kendala-kendala itu, Mahfud menyampaikan bahwa Satgas TPPU masih terus bekerja mendalami tindak lanjut dari 300 LHA dan LHP yang telah diserahkan oleh PPATK ke instansi-instansi di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) RI dan aparat penegak hukum seperti kepolisian dan kejaksaan.