Ketua BEM Universitas Indonesia Bayu Satria Utomo dalam pernyataan BEM UI, Senin (27/6/2022), mengatakan, RKUHP yang ada saat ini adalah RKUHP yang tertunda pembahasannya pada 2019. Saat itu, RKUHP ditunda disahkan karena penolakan luas masyarakat di berbagai daerah. Ada 24 isu bermasalah yang ditolak masyarakat seperti pidana mati, penyerangan harkat dan martabat president, penghinaan pengadilan, aborsi, ujaran kebencian, dan kohabitasi. Namun, bukannya belajar dari kesalahan, pemerintah malah menyembunyikan draf RKUHP meski pembahasannya telah dimulai. Keengganan pemerintah membuka draf terbaru RKUHP ini memperparah kekhawatiran masyarakat atas hukum yang nantinya berpotensi menjerat mereka.
Tuntutan itu di antaranya, mendesak Presiden dan DPR untuk membuka draf terbaru RKUHP dalam waktu dekat serta melakukan pembahasan RKUHP secara transparan dengan menjunjung tinggi partisipasi publik yang bermakna. Mereka juga menuntut agar pasal-pasal bermasalah dan berpotensi membungkam kebebasan berpendapat dan berekspresi warga negara meski tidak termasuk ke dalam 14 isu krusial, untuk dibahas kembali. BEM UI mensinyalir tuntutan-tuntutan itu tidak dipedulikan. Oleh karena itu, BEM UI menyatakan akan turun ke jalan.
Sebelumnya, Konsultasi Nasional Pembaruan KUHP 2022 menyimpulkan, penyempurnaan RKUHP harus dilakukan dengan memerhatikan bahwa proses dekolonialisasi harus dilakukan dengan mengevaluasi watak kolonial dalam ketentuan pidana seperti seperti pidana mati, penghinaan presiden/wakil presiden, penghinaan terhadap Pemerintah, penghinaan terhadap penguasa atau badan umum, dan sebagainya.