Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, pengelolaan alokasi dana desa menjadi salah satu persoalan penting yang dikritisi KPK. Ia menyebut, belum lengkapnya regulasi dan petunjuk teknis pelaksanaan yang diperlukan dalam pengelolaan keuangan desa menjadi salah satunya. Belum lagi, potensi tumpang tindih kewenangan antara Kementerian Desa dan Ditjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri serta formula pembagian dana desa dalam PP Nomor 22 Tahun 2015 tidak cukup transparan dan hanya didasarkan atas dasar pemerataan.
Ali yang merespon usulan permintaan penaikan alokasi dana desa 10% itu menambahkan, masih ada persoalan lainnya yang cukup mencolok, yaitu formula pembagian dana desa yang berubah. Hal itu karena berubahnya PP Nomor 60 Tahun 2014 menjadi PP Nomor 22 Tahun 2015. Dijelaskannya, pada Pasal 11 PP Nomor 60 Tahun 2014 formulasi penentuan besaran dana desa per kabupaten/kota cukup transparan dengan mencantumkan bobot pada setiap variabel. Sementara pada Pasal 11 PP Nomor 22 Tahun 2015 formula pembagian dihitung berdasarkan jumlah desa, dengan bobot sebesar 90% dan hanya 10% yang dihitung dengan menggunakan formula jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah dan tingkat kesulitan geografis. “Pada aspek tata laksana, terdapat lima persoalan, antara lain kerangka waktu siklus pengelolaan anggaran desa sulit dipatuhi oleh desa dan satuan harga baku barang/jasa yang dijadikan acuan bagi desa dalam menyusun APBDesa belum tersedia. Dan juga APBDesa yang disusun tidak sepenuhnya menggambarkan kebutuhan yang diperlukan desa,” tandasnya.